Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong dinas pendidikan daerah untuk terlibat dengan sekolah terkait siswa yang berpotensi putus sekolah.
“Biasanya mereka yang berpotensi putus sekolah karena tidak ada biaya pendidikan perlu didukung,” kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam siaran persnya, Rabu (17 Februari 2021).
Baca Juga: Gara-Gara PJJ, KPAI: Ancaman Siswa SMA Putus Sekolah dan Menikah Dini
Penugasan ini tidak hanya berlaku untuk sekolah negeri, tetapi juga sekolah swasta.
“Hal ini dilakukan agar pelajar tetap memiliki hak atas pendidikan dari pemerintah atau negara sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 31 Undang-Undang Dasar Indonesia,” ujarnya.
Ia mengatakan KPAI juga mendorong Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Dinas Pendidikan untuk melakukan pemetaan bagi siswa yang tidak memiliki perangkat pembelajaran jarak jauh (PJJ) online.
Kemudian ia berharap juga ada program untuk mendistribusikan perangkat pembelajaran bagi PJJ.
Dapatkan informasi, inspirasi, dan wawasan di email Anda.
email pendaftaran
“Artinya, anak-anak yang tidak memiliki materi pembelajaran melalui PJJ dapat dipinjamkan ke sekolah dan mendapat bantuan kuota internet,” jelasnya.
Untuk daerah yang blank spot, katanya, bisa diberikan dukungan penguat sinyal agar PJJ bisa berlangsung.
“Jadi anak-anak atau murid masih memiliki keteraturan dalam belajarnya,” ujarnya.
Baca juga: PJJ Hadapi Banyak Kendala di Setiap Daerah
Dia melanjutkan, KPAI juga mendorong Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan layanan PPPA di berbagai daerah untuk mengadvokasi bahaya pernikahan anak.
“Dengan cara ini kita bisa mencegah pernikahan anak akibat putus sekolah di masa pandemi Covid-19 ini,” tegasnya.
Pelaksanaan PJJ mengakibatkan siswa putus sekolah
Diakui Retno, kebijakan PJJ yang diterapkan di masa pandemi Covid-19 membuat siswa berhenti sekolah.
“Siswa yang putus sekolah karena pernikahan dini atau siswa memilih membantu ekonomi keluarga karena orang tuanya kehilangan pekerjaan,” kata Retno.
Diakuinya, jika seorang anak menikah atau bekerja, otomatis mereka berhenti sekolah.
Dikatakannya, saat KPAI melakukan pengawasan di 8 provinsi selama masa pandemi Covid-19, terungkap beberapa kepala sekolah menyebutkan ada siswa yang putus sekolah dengan berbagai alasan.
“Kami pantau seluruh pulau Jawa plus NTB dan Bengkulu, sehingga ada mahasiswa yang tidak memiliki alat belajar PJJ meski tidak mampu membayar kuota internet,” ujarnya.
Baca juga: Meski Tak Sempurna di PJJ, Kemendikbud: Jangan Remehkan Guru
Akibat situasi ini, siswa tidak mengikuti PYY selama berbulan-bulan. Pada akhirnya, para siswa memutuskan untuk bekerja dan menikah lebih awal.
“Berdasarkan hasil KPAI, ada 119 siswa yang sudah menikah, baik laki-laki maupun perempuan, berusia antara 15 hingga 18 tahun,” kata Retno.
LIHAT JUGA :
https://voi.co.id/
https://4winmobile.com/
https://mesinmilenial.com/
https://ekosistem.co.id/
https://www.caramudahbelajarbahasainggris.net/
https://laelitm.com/
https://www.belajarbahasainggrisku.id/
https://www.chip.co.id/
https://pakdosen.co.id/
https://duniapendidikan.co.id/